Indonesia terdiri dari berbagai kepulauan, sehingga tak heran bila bangsa Indonesia memiliki beragam suku bangsa dan bahasa daerah.
Namun agar setiap individu dapat mengerti atau berkomunikasi dengan baik dan jelas, maka disepakati satu bahasa persatuan yakni “ Bahasa Indonesia”. Yang berbasis Melayu.
Bahasa adalah alt komunikasi untuk melakukan interaksi sosial individu yang satu dengan yang lainnya.
Kemampuan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan syrat penting bagi kita, khusunya bagi generasi muda untuk mewujudkan sebuah bangsa yang besar dan kokoh.
Menyadari betapa pentingnya kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, kita hendaknya memacu diridan berupaya mempelajarinya secara sungguh-sungguh.
Seringkali kita mendengar perbincangan orang dewasa ataupun remaja dengan menggunakan bahasa tampak terdengar janggal walaupun dapat dipahami oleh orang yang mendengarnya. Dikatakan janggal karena bahasa yang digunakan bercampur dengan bahasa daerah, atau bahasa yang tidak baku.
Bebahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat mengangkat citra dan martabat bangsa dan juga menjadi bukti kecintaan terhadap bangsa dan tanah air tercinta.
Agar dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik, kita perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Isi atau makna, yaitu yang berhubungan dengan pikiran, gagasan atau perasaan yang disampaikan.
2. Keadaan pemakaian bahasa, yaitu yang berhubungan dengan suasana, tempat, atau waktu bahasa.
3. Khalayak/sasaran, yaitu yang bekenaan dengan usia, kelamin, pendidikan, pekerjaan dan kedudukan.
4. Sarana saluran yang digunakan, umpamanya melalui telepon, radio, televisi, percakapan bersemiuka, atau karangam
5. Cara berhubungan langsung atau tidak langsung, misalnya melalui forum rapat,televisi, radio dan surat.
Bulan Oktober memiliki arti penting dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Sejak 80 tahun yang lalu, tepatnya 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia diikrarkan sebagai “bahasa persatuan.” Dan, selanjutnya, menjadi bahasa negara sejak ditetapkannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945.
Pada sekitar 1990, slogan Gunakanlah Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar sangat akrab bagi pemerhati bahasa Indonesia. Meskipun sebuah slogan, maksud ungkapan tersebut sarat dengan muatan “keprihatinan” tentang kedisiplinan penutur bahasa Indonesia yang kurang menaati norma baik dan benar.
Tulisan sederhana ini saya susun dengan maksud ikut serta menyumbang saran dalam upaya meningkatkan disiplin berbahasa Indonesia sebagaimana harapan slogan di atas. Dan, semoga bermanfaat.
Pengertian
Menurut Anton M. Moeliono (dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, 1980), berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebaliknya, mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
Bahasa yang baik dan benar itu memiliki empat fungi :
(1) fungsi pemersatu kebhinnekaan rumpun dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan;
(2) fungsi penanda kepribadian yang menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan bangsa lain;
(3) fungsi pembawa kewibawaan karena berpendidikan dan yang terpelajar; dan
(4) fungsi sebagai kerangka acuan tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian bahasa.
Keempat fungsi bahasa yang baik dan benar itu bertalian erat dengan tiga macam batin penutur bahasa sebagai berikut :
(1) fungsinya sebagai pemersatu dan sebagai penanda kepribadian bangsa membangkitkan kesetiaan orang terhadap bahasa itu;
(2) fungsinya pembawa kewibawaan berkaitan dengan sikap kebangsaan orang karena mampu beragam bahasa itu; dan
(3) fungsi sebagai kerangka acuan berhubungan dengan kesadaran orang akan adanya aturan yang baku layak diatuhi agar ia jangan terkena sanksi sosial.
Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar adalah menggunakan bahasa Indonesia yang memenuhi norma baik dan benar bahasa Indonesia. Norma yang dimaksud adalah “ketentuan” bahasa Indonesia, misalnya tata bahasa, ejaan, kalimat, dsb.
Contoh :
jika kita melarang seorang anak kecil naik ke atas meja, “Hayo adek, nggak boleh naik meja, nanti jatuh!” Akan terdengar lucu jika kita menggunakan bahasa baku, “Adik tidak boleh naik ke atas meja, karena nanti engkau bisa jatuh!”
Dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa baku seperti ini.
Berapakah ibu mau menjual bayam ini? (berapa nih bu, bayemnya?)
Apakah Bang abecak bersedia mengantar saya ke pasar Tanah Abang san berapa ongkosnya?(ke pasar Tanah Abang berapa harganya, Bang?)
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu.
Sebaliknya, kita mungkin berbahasa yang baik, tetapi tidak benar. Frasa seperti “ini hari” merupakan bahasa yang baik sampai tahun 80-an di kalangan para makelar karcis bioskop, tetapi bentuk itu tidak merupakan bahasa yang benar karena letak kedua kata dalam frasa ini terbalik.
referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar