Kamis, 01 Januari 2015

Analisis terhadap 3 studi kasus mengenai telematika

1. Kasus Telematika (Penyadapan Australia Terhadap Indonesia)



Pada pembahasan sebelumnya, kita telah mengenal sedikit mengenai Telematika . Baik mengenai tentang definisi, perkembangan telematika, maupun trend telematika dimasa yang akan datang. Pada postingan kali ini, saya akan membahas mengenai contoh kasus telematika yang sedang hangat belakangan ini mengenai penyadapan yang dilakukan Australia pada sejumlah petinggi pemerintahan di Indonesia yang dianggap melanggar etika kerjasama antar negara.

Pihak pemerintahan Indonesia secara tegas melayangkan nota protes melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa atas kegiatan penyadapan yang dilakukan Australia dan AS. Sikap ini merupakan upaya awal sebelum melakukan tindakan keras berupa pemutusan hubungan diplomatik antar kedua negara. Terungkapnya penyadapan yang dilakukan Australia dilakukan atas dasar pengkhiatan yang dilakukan oleh mantan pegawai kontrak Snowden. Tindakan penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia dilakukan untuk mencari informasi secara ilegal sehingga pihak pemerintah Australia dapat lebih dahulu mengetahui tentang kebijakan apa yang akan dibuat oleh pemerintah Indonesia.

Tindakan ini dinilai tidak sehat dalam suatu hubungan diplomatik antar negara karena dilandasi rasa ingin tau mengenai gagasan atau kebijakan yang akan diambil dari negara yang disadap. Tindakan penyadapan juga dianggap bertentangan dengan hukum internasional karena tidak sesuai dengan norma yang diatur dalam Konverensi tentang Hubungan Diplomatik.

Analisis saya : 
Perkembangan telematika yang semakin canggih tidak dapat menjadi jaminan bahwa keamanan teknologi tersebut sudah 100% secure. Karena semakin dikatakan aman suatu teknologi, maka para cracker pun semakin ingin tahu sampai sejauh mana keamanan teknologi tersebut dapat ditembus. Kasus tersebut membawa dampak positif dan negatif. Positifnya adalah memberikan pelajaran bahwa teknologi informasi yang digunakan masih sangat tidak aman, maka harus berhati-hati dalam melakukan komunikasi selular untuk hal-hal yang sifatnya kenegaraan. Lembaga yang bertanggung jawab terhadap keamanan telekomunikasi di Indonesia pun harus lebih meningkatkan keamanan telekomunikasinya. Sedangkan negatifnya, penyadapan ini dapat memicu perselisihan antara negara yang padahal bisa saja oknum yang melakukan penyadapan ini untuk kepentingan pribadi. Indonesia seharusnya lebih waspada terhadap data yang berhasil disadap, karena data tersebut bisa saja disalahgunakan dan menyebabkan perpecahan di dalam Indonesia sendiri atau peperangan antar negara.

2.    Komplotan Judi Online di Semarang & Lamongan Digulung


Jakarta - Tim Cybercrime Mabes Polri menyingkap praktik judi online di Semarang, Jawa Tengah dan Lamongan, Jawa Timur. Omzet perjudian di dua tempat ini sebulannya mencapai miliaran rupiah. Judi online di Semarang tersebut beroperasi lewat situs www.sc30.net. Sedangkan di Lamongan menggunakan alamat situs www.sbobet.com. "Kita membutuhkan waktu cukup lama untuk melakukan searching dan browsing di internet untuk mengetahui situs ini," kata penyidik Cybercrime Mabes Polri AKBP Gagas Nugraha di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Rabu (31/1/2007).

Lebih lanjut dijelaskan Kabid Penum Mabes Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko, untuk judi online di Semarang, polisi menangkap satu tersangka bernama Aryanto Wijaya pada 27 Desember 2006 di Jalan Ciliwung Raya, Semarang, Jawa Tengah. Sedangkan di Babat, Lamongan, Jawa Timur, polisi menangkap 11 tersangka, yakni Slamet Tjokrodiharjo, BS, HE, TA, SWT, HDK, PTS, TS, YK, YS, dan YDM. "Mereka dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun," kata dia. Untuk kasus judi online di Semarang, kata Bambang, pada praktiknya mereka menggunakan sistem member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi.

Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. "Mereka pakai sistem pur dan kei, ada bola jalan, ada bola hidup, ada bola setengah jalan. Mereka mempertaruhkannya seperti itu," kata dia. Perputaran uang di situs judi www.sc30.net berkisar Rp 10 miliar per bulan. Dari penggerebekan di Semarang ini, polisi menyita uang senilai Rp 876 ribu, beberapa rekening di bank swasta, serta beberapa ATM, peralatan komputer, TV, printer dan hard disk. Sedangkan di Desa Babat, Lamongan yang digulung 28 Januari lalu, modus yang digunakan serupa.

Perputaran uang di situs ini sekitar Rp 15 miliar sebulan dengan anggota sekitar 100 orang yang berada di sekitar Jatim. Setiap taruhan mereka harus menyiapkan uang Rp 100 ribu sampai Rp 20 juta. "Mereka hanya menerima orang yang mereka kenal untuk admin agar lebih aman," kata Bambang. Perjudian di dua situs itu dimulai sejak 2003 lalu.

Analisis saya :
Situs tersebut di buat karena ada campur tangan dari ahli computer atau yang biasa membuat situs website dalam pekerjaannya. Hanya bermodalkan ahli computer dan perhitungan, bisa mendapat pemasukan hingga milyaran hanya taruhan yang kita anggap sih kecil, mempertaruhkan skor bola di televise, dan perputaran uang dalam situs tersebut sangat cepat, karena pengguna computer semakin banyak dan sedang musim pertarungan bola.

Dalam kasus ini adalah penyalagunaan dalam pembuatan website, website yang seharusnya di buat untuk informasi menjadi perputaran uang yang tidak seharusnya. Kasus ini tidak akan pernah tuntas, karena setiap tahun akan terlahir ahli – ahli computer dan maraknya situs – situs yang tidak seharusnya di buat untuk hal yang semena – mena.

3. Badan Cyber Nasional Siap Amankan Informasi Cyber

Ditulis pada 24 December 14

Agus Barnas Menkopolhukam BiskomCYBERSPACE sebagai dampak dari perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tidak hanya memberikan manfaat bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun juga mempunyai kerentanan yang multi dimensi terhadap keamanan informasi dan ketahanan nasional dalam wilayah cyber.

Marsda TNI Agus Barnas, Deputi VII Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Bidang Koordinasi Komunikasi Informasi dan Aparatur mengatakan, zaman cyber telah meningkatkan ketergantungan masyarakat modern pada sistem komputer jaringan, sekaligus menciptakan kerentanan yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti ancaman cyberwar, cyberespionage, cyberterrorism, dan cybercrime.

Hal ini disampaikannya, dalam seminar yang bertajuk “Ketahanan Informasi & Keamanan Cyber Nasional” pada 23 Desember 2014, di Hotel Saripan Pacific, Jakarta. “Permasalahan cyber telah menciptakan sikap tanggap nasional dimana pemerintah Indonesia berinisiasi membentuk suatu organisasi setingkat desk di Kemenpolhukam,” ujar Barnas yang menyebutkan organisasi tersebut bernama Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional (DK2ICN), dimana dirinya menduduki posisi sebagai Ketua.

DK2ICN Kemenkopolhukam-1Kemenkopolhukam membentuk DK2ICN melalui surat keputusan Menkopolhukam nomor 24 Tahun 2014. DK2ICN terbentuk karena adanya kesadaran pemerintah akan kompleknya ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan terhadap kepentingan nasional dalam aspek ketahanan cyber dan keamanan informasi yang pengelolaannya masih belum terkoordinir dengan baik atau masih parcial dan dikelola secara sektoral.

Ditegaskannya, penanganan ketahanan cyber dan keamanan informasi ini mutlak bersifat berkoordinasi dan terintegrasi dalam skala nasional. Tidak cukup dibebankan atau diserahkan kepada salah satu atau masing-masing kementerian, lembaga pemerintah maupun pemerintah, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Kementerian Pertahanan (Kemhan), Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), maupun pemangku-pemangku kepentingan pengguna TIK lainnya, sehingga diperlukan sebuah desk yang mampu mengkoordinasi permasalahan cyber secara multi stakeholder.

“Dalam kurun waktu masa kerja sekitar delapan bulan, desk ini telah menghasilkan beberapa produk rancangan tentang Badan Cyber Nasional (BCN) yang diharapkan pada tahun depan sudah dapat terbentuk badan ini karena permasalahan cyberspace sudah urgent. Produk rancangan tentang BCN antara lain indeks kesiapsiagaan sistem cyber nasional, perumusan peta konstelasi sistem cyber dan manajemen penanganan cyber nasional, perumusan peta konstelasi produk hukum dan legalitas, serta merancang perumusan model sistem pengawasan dan monitoring,” papar Barnas.

DK2ICN Kemenkopolhukam-2Seminar yang diselenggarakan Kemenkopolhukam bersama Universitas Pertahanan Indonesia ini menghadirkan pembicara-pembicara dari para ahli dan pakar di bidang cybersecurity yang juga tergabung dalam DK2ICN, antara lain Fetri Miftach, Arwin D.W Sumari, Gildas Deograt Lumy dan Edmon Makarim, serta Munawar Ahmad sebagai moderator.

Menutup acara ini, Munawar Ahmad yang juga menjadi pengajar di Institut Teknologi Bandung, memaparkan, cyberspace telah menjadi situasi kristis yang dihadapi negara-negara di dunia. Terlihat pada 12 Februari 2014, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, meresmikan US Cybersecurity Framework. Lalu jelang 15 hari, Presiden China pun mendeklarasikan bahwa dirinya akan membimbing informasi dan cybersecurity untuk membangun negara berkuatan cyber.

“Kesiapsiagaan harus dilakukan untuk menghadapi kemungkinan cyber war yang akan terjadi. Banyak sekali kerja besar yang harus dilakukan BCN kelak nanti,” tutupnya. •ANDRI/M. TAUFIK (foto)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar